Minggu, 19 September 2010

“Banyak Orangtua yang Tak Siap Jadi Orangtua”

Elly Risman: “Banyak Orangtua yang Tak Siap Jadi Orangtua”

Jumat, 29 September 2006
Menjadi orangtua itu tidak mudah. Apalagi di zaman neo jahiliyah seperti sekarang ini. Mengemban amanah mengasuh dan mendidik anak hingga kelak mereka menjadi insan yang tangguh dan shalih adalah tugas yang maha berat.
Majalah Hidayatullah edisi September 2006
Rubrik FIGUR
Tulisan 1:
Mudahkah menjadi orangtua? Sebagian orang mungkin mengira demikian. Mereka kira, setelah menikah dan punya anak lantas mereka otomatis siap menjadi orangtua yang cakap dan baik. Kalau ada yang berfikir begitu berarti dia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
Yang benar, menjadi orangtua itu tidak mudah. Apalagi di zaman neo jahiliyah seperti sekarang ini. Mengemban amanah mengasuh dan mendidik anak hingga kelak mereka menjadi insan yang tangguh dan shalih adalah tugas yang maha berat.

Kemampuan menjadi orangtua yang cakap dan baik tidak jatuh dari langit begitu saja, melainkan harus ditempuh dengan banyak belajar. Pelajaran pertama biasanya didapat dari orangtua para orangtua itu. Misalnya, jika si Fulan kini menjadi seorang ayah, maka cara si Fulan mendidik anak-anaknya biasanya mengikuti bagaimana cara ayah si Fulan dulu mendidik dirinya. Kalau si Fulan dulu dididik ayahnya dengan cara lemah-lembut, biasanya si Fulan juga akan mendidik anak-anaknya dengan cara lemah-lembut pula. Sebaliknya, kalau si Fulan dulu dididik ayahnya dengan cara kekerasan, biasanya si Fulan juga akan mendidik anak-anaknya dengan cara kekerasan pula. Jadi terjadi semacam pewarisan cara mendidik dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pelajaran kedua diperoleh dari lingkungan sosialnya. Bisa dari saudaranya, rekan-rekannya, gurunya, atau dari buku dan majalah yang dia baca. Pelajaran jenis kedua ini tidak kalah kuat pengaruhnya pada seseorang, tetapi berapa banyak pelajaran yang dia dapat sangat tergantung dari keaktifannya belajar dari lingkungan sosialnya itu.
Mereka yang aktif belajar, insya Allah, memiliki banyak khazanah pengetahuan tentang bagaimana mendidik dengan baik dan benar. Namun orangtua yang seperti ini jumlahnya sedikit saja ketimbang orangtua lain yang cuek, tak mau belajar. Kebanyakan hanya mengandalkan instink dan pelajaran dari orangtuanya dulu, meski pelajaran itu mungkin mengandung kekeliruan.
Akibatnya, dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai orangtua yang terkaget-kaget dan kebingungan menghadapi problema mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Bahkan belum lama ini di Bandung ada seorang Muslimah terdidik yang membunuh ketiga anak kandungnya karena kegamangannya mempersiapkan masa depan anak-anaknya.

Sekuntum "Cinta" Pengantin Surga

“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.

Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.

Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.

Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi kenyataan.

Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.

Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…

Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.

Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang terindah ini.

Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.

Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:

”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”

Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.

“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”

Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.

Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.

“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.

Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang dicintainya.

Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah hatinya.

Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.

Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia.. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.

Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.

“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.

Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:

Kasih…

cinta yang terindah adalah mencintaimu,

sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.

Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu

burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.

Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”

Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:

Aku berada dalam kenikmatan

dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir

berada dalam syurga abadi yang dijaga

oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa

yang akan menunggu kedatanganmu,

wahai kekasih…

“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya

“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.

“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan

“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.

Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.

Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa.. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).

Sabtu, 18 September 2010

wanita wanita pengukir sejarah (asma binti abu bakar )

Wanita-Wanita Pengukir Sejarah (bagian ke-15): Asma’ binti Abu Bakar

24/8/2010 | 15 Ramadhan 1431 H | Hits: 1.910
Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah
Kirim Print
dakwatuna.com - Pada artikel sebelumnya telah dibahas profil beberapa wanita pengukir sejarah dari kalangan ummahat al-mukminin dan anak-anak Rasulullah SAW. Pada bagian ini akan dibahas dari kalangan para shahabiyah. Pembaca yang budiman, kami ucapkan selamat menyimak!
C. Para Sahabat dari Kalangan Wanita
1. Asma’ binti Abu Bakar
Nama lengkapnya adalah Asma’ binti Abdullah bin Utsman Abi Bakar As-Sidik. Lahir pada tahun 27 sebelum Hijriyah, dan termasuk orang-orang pertama yang masuk Islam (Assabiqun Awwalum). Menikah dengan Zubair bin Awwab yang dikenal sebagai salah satu dari orang-orang yang telah dijanjikan masuk surga. Bahkan ia merupakan ibu dari Abdullah bin Zubair yang dikenal sebagai salah satu dari ke empat orang-orang terkemuka dalam bidang Hadits (al Ibadalah al Arbaah). Maka tidaklah mengherankan sekali, jika kelahirannya pula merupakan kelahiran pertama yang dirayakan di Madinah. Dan tak hanya itu saja, ayah, ibu, suami, anak, dan saudara perempuan Asma’ bin abu Bakar, merupakan sahabat-sahabat Nabi yang setia.
la mempunyai pengalaman yang sangat penting dalam hidupnya. Yaitu di saat ia beranjak meninggalkan rumah Abu Bakar As-Sidik menuju Madinah bersama Rasulullah. Pada saat itu, ia tak menemukan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan rasa hausnya di saat melakukan perjalanan jauh bersama para sahabat dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia berkata kepada Abu Bakar bahwa ia tidak menemukan sebuah solusi yang dapat membantu permasalahan itu kecuali hanya sebuah tekad saja. Maka, menjawablah Abu Bakar “selesaikanlah permasalahan itu melalui dua hal. Pertama selesaikan rasa hausmu itu, sedang yang kedua adalah bahwa Hijrah Rasulullah itu harus sampai pada tujuan.” Dua permasalahan itulah, pada akhirnya dijuluki sebagai prasasti dua kemampuan.
Abu Jahal pernah berkata kepadanya tentang keberadaan ayah Asma’ bin Abu Bakar. la mengatakan kepada Abu Jahal Bahwa ia tidak mengetahui keberadaan Ayahnya. Abu Lahab spontan langsung mengusap muka Asma’ dan merampas serta membuang perhiasan yang senantiasa menghiasi hidungnya.
Kakeknya yang bernama abu Khahah juga pernah meminta kepada Asma’ harta peninggalan ayahnya setelah melakukan Hijrah bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. la ingin meminta keseluruhan harta itu. Melihat fenomena itu, Asma’ bergegas menuju sebuah kotak yang penuh dengan batu dan meletakkan tangan kakeknya itu di atas kotak tersebut. Sehingga sang kakek menyangka bahwa ayah Asma’ telah mewariskan harta benda yang sangat banyak kepada Asma’.
la merupakan salah satu Sahabat Nabi yang ikut menyaksikan dan mengalami secara langsung perang Yarmuk. la melakukan perang itu bersama dengan suaminya (Zubair). la meminta kepada anaknya untuk senantiasa menjadi seorang pemberani dan berkemauan keras. Ini terbukti di saat Bani Umayyah hendak membunuh anaknya itu. Pada saat itu sang anak berkata kepada Asma’: bahwa ia takut bernasib sama dengan ahli Syam. Asma’ spontan menjawab perkataan anaknya itu bahwa “apa yang ditakutkan oleh seekor domba di saat telah di sembelih?” Artinya tidak ada yang perlu ditakutkan di saat nasi telah menjadi bubur, yaitu sebuah keharusan untuk melawan Bani Umayyah.
Dan ketika Al Hijaj bin Yusuf Al Thaqfi yang telah membunuh anaknya mengunjunginya seraya berkata kepadanya “bagaimana mungkin engkau menganggapku sebagai musuh Allah? Maka menjawablah Asma’ “di saat engkau telah membunuh anak kandungku itu, maka akhiratmu pasti akan merugi!. Spontan al Hijaj bin Yusuf membela dirinya, dengan berkata “anakmu telah melakukan kekafiran di muka bumi ini.” Namun Asma’ membantah perkataan tersebut. la berkata dengan sangat lantang “engkau benar-benar seorang pendusta!.”
Ia meriwayatkan 56 Hadits Nabi, dan 26 di antaranya terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Asma’ bin Abu Bakar meninggal dunia di Mekah pada usia seratus tahun. Anehnya pada usia yang begitu lanjut itu, tak ada satu pun giginya yang patah, dan otaknya masih sangat sehat dan berjalan sebagaimana mestinya, tidak sebagaimana orang-orang tua lainnya. Ia merupakan orang Muhajirin yang terakhir meninggal dunia.

IMAM SYAHID HASAN AL- BANNA

Imam Syahid Hasan Al-Banna, Sosok Pemuda Yang Taat Kepada Allah


Oleh: Abu Ahmad
Kirim Print
Mengenal Sosok Muda Imam Hasan Al-Banna
Nama “Hasan Al-Banna” selalu lekat dengan jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun, karena beliau adalah pendiri dan menjadi Mursyid ‘Am pertama jamaah tersebut. Sekalipun sang imam “Al-Banna” -semoga Allah merahmatinya-, tidak mengenyam kehidupan lebih dari 42 tahun, namun pada masa hidupnya banyak memberikan kontribusi dan prestasi yang besar sehingga banyak terjadi lompatan sejarah terutama dalam melakukan perubahan kehidupan umat menuju Islam dan dakwah Islam yang lebih cerah, banyak perubahan-perubahan yang dicapai olehnya, apalagi saat beliau hidup kondisi umat dalam keadaan yang begitu parah dan mengenaskan, keterbelakangan, ketidakberdayaan, kebodohan umat, dan ditambah dengan penjajahan barat.
42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.
Setiap orang pasti memiliki faktor yang dapat dinilai mampu memberikan kontribusi dan saham dalam pembentukan karakter dan jati dirinya dan menentukan berbagai hakikat yang dipilihnya. Dan bagi pemerhati lingkungan yang di dalamnya hidup sang imam Al-Banna akan dapat menemukan awal yang baik, dan karena itu berakhir dengan baik. Seperti dalam ungkapan: “Akhir yang baik mesti diawali dengan permulaan yang baik”.
Dan imam Al-Banna kecil (muda) hidup dibawah naungan dan lingkungan yang bersih dan suci. Dan rumah yang di dalamnya hidup sang imam juga merupakan rumah yang tershibghah dengan shibghah islam yang hanif. Orang tuanya bernama syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Bann. Beliau adalah seorang imam masjid di desanya, dan seorang tukang reparasi dan penjual jam. Namun disisi lain orang tuan Hasan Al-Banna adalah sosok pecinta ilmu dan buku, sehingga senang menuntut ilmu dan membaca buku, dan sebagian waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis, dan beliau juga banyak menulis kitab, diantaranya adalah “Badai’ul Musnad fi Jam’I wa Tartiibi Musnad As-Syafi’I”, “Al-Fathu Ar-Robbani fi Tartiibi Musnad Ahmad As-Syaibani”, “Bulughul Amani min Asrori Al-fathu Ar-Robbani”
Bahwa komitmen dengan Islam dan manhaj robbani sangat membutuhkan pondasi utama pada lingkungan yang menggerakkannya, agar dapat tumbuh dan besar seperti pondasi tersebut, dan jika tidak ada lingkungan yang mendukung maka akan menjadi sirna dan mati sejak awal kehidupannya. Dan Allah telah memberikan karunia besar terhadap imam “Al-Banna” dengan lingkungan yang baik ini. Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan  terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.
Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw: “Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah “masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah “seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.
Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam, seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan kota di Mesir.
Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw,  sebagaimana beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban. Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah dan ketaatan.
Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah, sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku hidup modernis seperti mereka.
Sekalipun demikian imam Al-Banna tetap berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo, dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula- Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.
Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak umat untuk kembali pada Islam yang hanif.
Dan di kota Ismailiyah pula Imam Al-Banna banyak melakukan interaksi dengan lembaga-lembaga Islam dan beliau tampil sebagai da’i dengan berbagai sarana yang dimiliki dan berkeliling ke berbagai tempat dan desa. Beliau pergi sebagai da’i dan membawa kabar gembira tentang agama Islam. Beliau menyeru dan mengajak manusia yang berada tempat-tempat perkumpulan mereka, dan diatara tempat perkumpulan yang sering belaiu datangi adalah café. Disana beliau memberikan kajian keagamaan, terutama pada sore hari ini, sehingga dengan kajian yang beliau sampaikan banyak menarik perhatian sebagian besar masyarakat pengunjung cafe; sehingga menjadikan pemilik café tersebut berlomba-lomba mengundang Imam Al-Banna untuk memberikan kajian sore di café-cefe milik mereka. Dan akhirnya di kota Ismailiyah –dengan taufik dari Allah- dan dengan keberkahan akan juhud dan keikhlasannya, Imam Al-Banna mampu mengeluarkan cahaya dakwah terbesar dan memberikan pengaruh yang sangat besar hingga saat ini. Yaitu berdirinya Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin langsung oleh Imam Al-Banna. Padahal saat itu umur beliau masih muda sekali, baru mencapai antara tidak terlalu muda, tidak baya dan juga tidak terlalu tua. Pemuda yang ahli ibadah itulah yang telah mampu mendirikan gerakan dakwah Islam terbesar di dunia saat ini.
Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Dan Imam Al-Banna juga sangat memiliki karakter yang mampu memberikan pengaruh pada orang yang ada disekitarnya, hal ini kembali pada pondasi yang beliau miliki yaitu kedekatan diri kepada Allah -Kita berharap demikian dan kita tidak merasa paling suci kecuali hanya Allah-. Dan kita temukan bahwa dakwah Al-Ikhwan –dan Al-Ikhwan itu sendiri- telah terpengaruh dengan sosok imam Al-Banna; karakternya yang baik, ikhlas dan taat kepada Allah, yang kesemuanya bersumber pada cahaya kenabian. Sebagaimana beliau juga memiliki sosok yang mumpuni dan lemah lembut, selalu perhatian dan menolong orang-orang yang mazhlum, dan dalam sejarahnya telah banyak disaksikan bahwa usaha dan kerja al-ikhwan di berbagai tempat, daerah dan negara selalu membela hak-hak umat Islam yang terampas.
Oleh karena itulah bagi kita dapat mengambil ibrah dari perjalanan sosok pemuda yang berhimpun di dalamnya jiwa yang memiliki nilai-nilai mulia dan agung, bagaimana jiwa tersebut dapat mampu membangun generasi yang islami, tidak menyimpang dari jalan Allah dan menepati dan menunaikan amanah yang diembannya dengan optimal dan baik, sekalipun kondisi, ujian dan cobaan yang dihadapi selalu datang silih berganti dalam rangka berpegang teguh pada jalan Allah dan agama Islam serta dalam usaha meninggikan kalimat (agama) Allah dan mentauladani sirah nabi saw.

Tjoeroeg Cileat Subang


Curug Cileat Desa Cibogo Kecamatan Cisalak – Subang


Lokasi curug ini terletak di Kecamatan Cisalak Kab. Subang, dengan ketinggian curug ± 100 m, ditambah udara yang sejuk dan akan bermunculan pelangi-pelangi kecil memantul dari air terjun jika matahari pagi memancar. Selain itu, obyek wisata inimerupakan tempat ideal bagi penggemar kegiat
Aksesibilitas
Untuk menuju ke lokasi ini belum dapat dilalui oleh kendaraan, sehingga pengunjung harus berjalan kaki beberapa kilometer. Adapun jarak dari kota Subang ± 37 km, ke arah selatan, jarak dari kota Bandung ± 62 km, ke arah utara, jarak dari kota Jakarta ±180 km, arah selatan via Subang.

SEJARAH IKHWAN DI INDONESIA

Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu kepada sejumlah delegasi Indonesia.
Ikhwanul Muslimin memiliki peran penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul Muslimin, negara Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia.
Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi[22].
Partai Masyumi kemudian dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya. Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (PPII Masyumi). Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah. PBB mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung Masyumi. Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya . Namun tulisan ulama yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat konfirmasi dari para pengurus DPP PKS [26]. Jika dilihat dari Piagam Deklarasi PKS dan AD/ART PKS , PKS tidak pernah menyebutkan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin.
Selain partai-partai di atas, ada juga ormas Islam di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin ini, paling tidak itu terlihat dari nama ormas tersebut. Ormas yang dimaksud, antara lain adalah Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) yang berafiliasi ke PPP, dan Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI). Parmusi saat ini diketuai oleh Bachtiar Chamsyah[30]. Sedangkan IMI yang dideklarasikan di Depok pada tahun 2001, diketuai oleh Habib Husein Al Habsyi[31].
Lalu pada Pemilu tahun 2004, Partai Masyumi Baru dan PPII Masyumi tidak dapat mengikuti pemilu lagi karena tidak lolos electoral threshold. Partai Masyumi Baru bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)[32]. PBB masih dapat terus mengikuti pemilu[33]. Sedangkan PK mengikuti Pemilu 2004 setelah berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setelah pemilu 2004, PBB hampir tidak bisa mengikuti pemilu 2009 karena tidak lolos electoral threshold. Pada akhirnya PBB bisa mengikuti pemilu 2009 sebagaimana PKS dan PPP yang masih dapat terus mengikuti pemilu 2009 karena lolos electoral threshold.
Jadi secara umum, Ikhwanul Muslimin cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-organisasi di Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan secara resmi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Jika diringkas, organisasi di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin antara lain:
  1. Partai Masyumi
  2. Persaudaraan Muslimin Indonesia
  3. Partai Masyumi Baru (1998)
  4. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi (1998)
  5. Partai Bulan Bintang (1998)
  6. Partai Keadilan (1998)
  7. Ikhwanul Muslimin Indonesia (2001)
  8. Partai Keadilan Sejahtera (2002)

SEJARAH KAMPUNG HALAMAN

Dalam perjalanannya, berbagai peristiwa di Subang banyak yang terjadi dan menjadi catatan penting baik skala nasional maupun internasional. Catatan sejarah tersebut diantaranya ialah:

Masa Kolonialisme
Pasca runtuhnya Kerajaan Pajajaran, wilayah Subang menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram dengan VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang.

Tahun 1771, saat di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811 - 1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda.

Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, Pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.

Perlawanan kepada penjajahan melalui jalur politik pun dilakukan oleh rakyat Subang, Diantaranya cabang Syarikat Islam (SI) di Pringkasap (Pabuaran) dan Sukamandi (Ciasem) tidak lama setelah deklarasi SI di Bandung. Lalu pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengemukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat, yaitu menuntut suatu Indonesia berparlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, menghadapi bahaya fasisme, berdirinya “Indonesia Raya”, penerapan Bendera Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia dan peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.

Masa Pendudukan Jepang
Pada saat Tentara Angkatan Laut Jepang merapat di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942, kemudian berlanjut direbutnya Pangkalan Udara Kalijati oleh Jepang. Peristiwa ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah Pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi (penyerahan) dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang.

Kejadian ini kemudian dimanfaatkan oleh para pejuang melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah untuk membebaskan dari penjajahan. Dalam perlawanannya Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.

5 April 1948 sebagai Hari Jadi Subang
  1. Dalam rangka memperjelas perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan, pada 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng berlangsung rapat dibawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta.
  2. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma.
  3. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei.

Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur.

Momentum tanggal 5 April 1948 dijadikan acuan kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.